Bismillahirrahmanirrahiim
Ketika
kita melihat seseorang bersedih, bergembira, berbahagia, dan segala yang terungkap
darinya, percayalah bahwa terkadang semua yang terlihat itu pada hakikatnya
bukanlah seperti itu. Boleh jadi itu adalah kamuflasenya dia untuk menutupi
sesuatu yang tidak pantas menurutnya untuk dibuka. Kita juga sering begitu. Untuk
menutupi kesedihan kita terkadang kita tersenyum dan tertawa walau senyum dan
tawa itu terasa hambar. Sebab, lebih mudah bagi kita untuk menutupi kesedihan,
penderitaan, kesengsaraan di hati dengan senyuman, canda dan tawa. Namun,
sangatlah sulit untuk menutupi kebahagiaan kita dengan ekspresi wajah yang
sedih dan menestapakan. Mengapa demikian?
Sebab
naluri manusia diciptakan untuk berbagi kebahagiaan, berbagi kebaikan, dan
berbagi kebajikan kepada semua orang. Juga merupakan naluri manusia untuk malu
mengungkapkan kesedihan dan penderitaan kepada semua orang. Sebab, tidak semua
orang siap untuk dibagi kesedihan dan penderitaan. Semua orang siap menerima
kebahagiaan yang tulus namun sulit untuk menerima kesedihan dan kegalauan.
Semakin
lembut hati seseorang maka akan semakin malu dia menunjukkan kesedihannya. Semakin
halus perasaan seseorang maka akan semakin berusaha dia untuk menutupi
kesedihannya. Karena dia beranggapan bahwa kesedihan adalah bagian dari aib
yang harus ditutupi. Dia juga beranggapan bahwa belum tentu penerimaan orang
lain akan kesedihan kita sama seperti yang kita harapkan. Maka itu daripada
kecewa lebih jauh, lebih baik dipendam dalam hati. Kalaupun harus diungkapkan
sebagian orang akan mengungkapkan dalam munajatnya pada Sang Maha Pemberi
Solusi. Dan sebagian lain akan menceritakannya kepada seseorang yang sangat
dipercayainya. Dan yang lebih ekstrim lagi adalah mengungkapkan kesedihannya di
status Facebook-nya secara terpublik. Terkadang ini memalukan walaupun
terkadang ini jadi menggelikan. Tapi inilah fenomena kehidupan yang juga patut
disyukuri keindahannya, sebab dengan beragam cara mengungkapkan kesedihan
membuat dunia ini menjadi lebih majemuk lagi.
Oleh
karena itu, senyum belumlah tentu bermakna bahagia, senyum terkadang dijadikan
sebagai tameng untuk menutupi kesedihan. Tertawa juga demikian, terkadang bukan
berarti karena gembira namun sebagai pengalihan dan upaya untuk melupakan
kesedihan. Namun apapun itu, patutlah kita hormati usaha orang untuk menutupi
diri dengan berbagai caranya tersebut. Patutlah
kita hargai ikhtiarnya untuk menghilangkan kesedihan melalui canda dan tawanya.
Dan janganlah kita mendesaknya untuk menceritakan kesedihannya yang belum tentu
kita siap untuk dibagi. Lebih baik tunggulah dan bersabarlah. Tawarkan diri
jika memang bisa ikhlas, dan jika tidak ya sudahlah… lebih baik diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar