Bismillahirrahmanirrahiim
Dulu….di
saat itu…. Mungkin beberapa waktu lalu…
Kita
menemukan sesuatu yang baru…. Sesuatu yang menurut kita saat itu adalah yang
terbaik… sesuatu yang menurut kita sangatlah sederhana namun mampu mengisi
banyak kekosongan dalam diri.
Kemudian
kita menetapkan sebuah keputusan; keputusan untuk mengajukan, dan keputusan
untuk menerima. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata kemudian kita
merasakan hal yang berbeda. Sehingga membuat kita menilai keputusan kita itu
juga dengan cara yang berbeda. Di hati mulai dirundung tanda tanya “Mengapa kumilih
dia dulu? Mengapa kumenerima cintanya dulu? Mengapa tidak kutolak saja
cintanya? Mengapa kuajukan cinta ini padanya?” pertanyaan-pertanyaan ini mulai
menghantui jiwa. Jiwa jadi resah dan gelisah. Maka lahirlah sebuah penyesalan.
Penyesalan sebab kata-kata manis telah terlanjur masuk ke dalam memorinya.
Sebab ungkapan surgawi telah tersimpan kokoh di hatinya. Sebab semua itu tak
mungkin terlupakan.
Lantas
kita ingin mengakhiri ini semua. Kita ingin penyesalan ini berakhir sampai
disini.
Maka
kita hanya cukup mengatakan “Maafkan aku, mulai sekarang…. Lupakanlah aku…!!!
Berhentilah mencintaiku..!! Jangan lagi
menghubungiku!!! Sebab kumenyesal telah menerimamu!!!
Kemudian
kita hanya mengatakan “Maaf…. Sepertinya Allah tidak meridhoi jalinan cinta
kita, maka dari itu, kuharus melepasmu dan meninggalkanmu.”
Lantas
kita dengan mudah akan mengatakan sebagai upaya melipur lara dia: “Kita tetap
bersahabat; kita tetap bersilaturahmi, yang lalu biarlah berlalu….”
Setelah
itu semua terucap dan terikrar, kita menganggap ini semua sudah selesai.
Tapi
benarkah ini semua sudah selesai? “Sudah” jawab kita. Tapi bagaimana dengan
dia?
Respon
orang tentu berbeda.
Ada
yang mengatakan “Apa salahku?”; “Sebenarnya apakah yang terjadi?”; “Layakkah
alasanmu itu untuk melepaskan diriku?”
Ada
juga yang mengatakan “Ya Sudahlah….!!!, Barangkali inilah yang terbaik”.
Bahkan
ada yang merespon dengan DIAM. Diam bisa bermakna banyak hal tentunya:
Pertama,
DIAM karena menyerahkan semua ini kepada Allah.
Kedua,
DIAM karena menghormati kita sebab kita memintanya untuk tidak mendatangi kita.
Ketiga,
DIAM karena merasa bahwa dia bukanlah yang terbaik untuk kita. Dia merasa
minder dan tak pantas untuk kita. Dia telah menyadari bahwa kita terlalu indah
untuknya yang hina.
Kita
jelas tidak akan mungkin tahu makna DIAM-nya sebab hanya dia dan Allahlah yang
mengetahui. Kita kemudian berkata, “Alhamdulillah, ternyata dia mengerti dan
memaafkan aku”. Benarkah begitu? Jawabnya tentu hanya dia dan Allah-lah yang
tahu.
Kalau
begini,….. Bakal indahkah pada akhirnya?
Ya
Rabb… Ampunilah hamba-Mu ini yang telah terlanjur mengucapkan kata manis yang
merasuk ke dalam sukma hamba-Mu yang lain.
Amiin
ya Robbal ‘Aalamiin….!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar