Rabu, 30 Mei 2012

PUTUS CINTA



Seorang anak gadis mendatangi Mbah.
“Mbah, aku baru putus cinta. Minta motivasinya dong mbah! Hmm ... apakah aku harus bersedih atau bergembira ya mbah?”
“Menurutmu?” tanya si Mbah.
“Ya sedih lah Mbah”
“Itu kalau perpisahan ini merugikanmu”.
“Yah jelas-jelas rugi dong Mbah!”
“Apakah dia yang terbaik?”
“Iya dong Mbah”?
“Apakah engkau sudah ahli memilih, dan selama ini engkau tak pernah salah?” Si Mbah bertanya lagi.
“Yah namanya juga anak muda, aku sih masih sering salah.”
“Kalau masih sering salah, mengapa engkau begitu sedih kalau kau ditinggalkan oleh orang yang kau kira kau cintai?” kata si Mbah selanjutnya.
“Yah dia-nya bilang cinta, tapi dia ingkar janji.”
“Pantaskah dia kamu sebut sebagai pengkhianat?”
“Iya. Pantas sekali”
“Kalau begitu kamu ini sedang sedih menangisi perginya seorang pengkhianat dong!”
“Seharusnya sih nggak ya Mbah!”
“Kamu masih muda dan banyak pilihan, mengapa meratapi kepergian orang yang tidak setia.”
“Masalahnya ini juga gengsi Mbah? Karna dia sekarang sama seseorang. Dia pasti mengatakanku loser, dan dia winner karena menangin pacarku.”
“Bilang saja sama temanmu itu: Selamat ya? Kamu mencuri seorang pengkhianat.”
“Hmmm, iya ya mbah”
Kemudian si Mbah melanjutkan “Gini, Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan sebaliknya. Nah hukum itu berlaku juga buatmu, 'Wanita pengkhianat untuk laki-laki pencuri pacar.'”
“Wkakakakaka…. Iya Mbah,… nanti aku bilangin gitu!”
“Nah, sekarang apakah engkau merasa lebih tenang?” tanya si Mbah
“Iya Mbah, tapi agak kepikiran juga sih?”
“Kepikiran apa lagi?” tanya si Mbah.
“Itu, khan ada tuh, seseorang yang naksir aku, aku sih juga OK aja sama dia. Tapi kalo aku besok nembak dia atau nerima dia, apa gak terlalu cepet nih Mbah?”
“Terlalu cepat kenapa?” tanya si Mbah.
“Mbah khan tau aku baru putus?”
“Lho, ini ceritanya sudah mau pacaran lagi?”
“Yah, khan berkat nasihat Mbah, aku cepat sembuh?”
“Oh ... he he he ... terus kesedihanmu yang tadi mana?” tanya si Mbah.
“Yah namanya anak muda, masa' Mbah gak tahu. Please sesuaikan diri dong Mbah?”
“Menyesuaikan bagaimana?”
“Khan dunia ini tidak selebar daun kelor? Mati satu tumbuh seribu!”
“Jadi, sudah siap untuk cinta yang baru nih ceritanya?”
“Iya dong Mbah, jangan terlalu kuno ah Mbah.”
“Ditolak adalah kesempatan untuk mencintai lagi.” Kata si Mbah.
“Oh begitu?”
“Iya.” Jawab Mbah singkat.
“He he ... hidup ini kaya' gitu ya Mbah, kita gak boleh lama berkubang dalam derita. Masih banyak kebahagiaan di luar sana, mengapa memilih bersedih?”
“Hmmmm” si Mbah bergumam sambil menggelengkan kepala.

Tidak ada komentar: