Di
saat hati gelisah. Di saat batin mulai berperang. Di saat cinta karena Allah
mulai dipertanyakan. Di saat ketakutan akan murka Allah bercampur dengan
kerinduan padamu. Semua ini membuat hati tidak nyaman. Hati jadi tidak tenang.
Padahal ketenanganlah yang ingin dicari. Lantas mengapa ketidaktenangan yang
didapat? Mungkin ini semua karena pengendalian hati yang belum didapat. Cinta
itu tidak salah. Yang salah itu kita. Bukan karena kita tidak cinta. Bukan
karena hati yang ragu. Tapi karena kita tak mampu mengendalikan nafsu.
Kutak
sanggup mengatakan “Kutak akan menghubungimu sampai saatnya tiba” sebab ku
takut kamu tersinggung. Kutak sanggup menulis kata “kutak akan meng-inboxmu”
sebab kusendiri takut kamu katakan aku lari dari tanggung jawab karena telah
mengambil hatimu namun tak kurawat. Ku sendiri juga tidak tahu apakah aku
sanggup jika kulakukan ini semua. Aku juga tidak yakin untuk mampu melakukan
ini sampai saatnya tiba.
Tapi
hatiku terus gelisah… gelisah ternyata cinta ini sedikit banyaknya mampu
menggeser-Nya dari hati. Kutakut ini keterusan… kutakut aku kebablasan….
Kutakut cinta ini malah menjemukan. Sehingga semua akan sia-sia. Kutakut aku
dan kamu malah jadi tak bernilai. Padahal kau sangatlah bernilai.
Mungkin
kita perlu belajar berpuasa. Seperti layaknya kita dulu belajar berpuasa di
waktu kecil. Kita dulu diajari menahan lapar dan dahaga dengan jangka waktu
yang sesanggup kita. Diawali jam 10 pagi berbuka, besoknya jam 11, besoknya jam
12, besoknya ba’da zhuhur. Dan seterusnya sampai kita mampu menahan lapar dan
dahaga sampai maghrib tiba.
Mungkin
kita hanya perlu berpuasa untuk tidak saling menghubungi hanya untuk mengatakan
“kangen”, “rindu”, “I miss you”, “I love you”, “I need you”.
Mungkin
kita hanya perlu berpuasa untuk tidak membicarakan indahnya cinta kita dan
indahnya mimpi kita, agar kita terbangun dan sadar bahwa “Wooiii…. Kalian hidup
di alam nyata dan bukan mimpi” tunggulah sampai saatnya tiba.
Mungkin
puasa kita itu adalah seperti puasa sunnah-nya
seorang tamu yang sedang bersilaturahmi namun ternyata tuan rumah
menyediakan hidangan untuk menghormati kita sebagai tamunya. Sehingga kita juga
turut berbuka demi menghormati tuan rumah. Sebab berbuka itu adalah rejeki kita
dari Allah. Sehingga jika salah satu kita tidak sanggup lagi berpuasa, maka
marilah sama-sama berbuka demi untuk saling menghormati. Jika kutak sanggup
menahan rindu padamu, maka akan kuungkapkan itu padamu dan semoga kamu juga
rindu padaku.
Mungkin
puasa kita itu adalah seperti orang yang berpuasa namun tiba2 dilanda sakit
sehingga harus berbuka demi kemaslahatan. Jika kusakit, kubutuh dirimu maka
kita berbuka di situ. Jika kugalau, kubutuh
kehadiranmu menghiburku, maka kita berbuka disitu. Begitu juga dengan
dirimu. Kita tidak boleh egois dalam cinta. Sebab cinta karena Allah itu
sendiri juga bukanlah dilandasi egoisme.
Namun
tetap kita berpuasa, walau tidaklah mampu penuh seperti semestinya. Kita hanya
mencoba dan mencoba. Menjaga hati bukanlah hasil tapi proses. Proses itu butuh
waktu, butuh upaya, butuh ikhtiar dan juga sabar.
Yang
terpenting adalah seperti layaknya puasa, maka saat kita berpuasa cinta ini,
kita juga harus menjaga diri, menjaga kepercayaan, menjaga cinta, dan menjaga
kehormatan.
Apapun
yang kutulis ini anggaplah wacana. Jika kita sepakat berpuasa, maka marilah
kita jalankan, jika tidak, maka marilah kita lanjutkan.
Setelah
ini semua maka kumohon maafmu jika ternyata ini tidak berkenan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar