Bismillahirrahmanirrahim
Niat
yang baik apapun alasannya haruslah dilaksanakan dengan cara yang baik dan
santun agar orang lain tidak merasa terzholimi. Bukankah Allah memerintahkan
kita untuk berbuat baik dan santun serta menghindari tindakan zholim?
Kita
mungkin ingin menjaga diri, menjaga hati, menjaga pikiran, mengejar yang
sempurna dan mendekatkan diri pada Allah agar mendapatkan ridho-Nya. Namun jika
keinginan tersebut diwujudkan dengan jalan yang tidak baik yang mampu membuat
orang lain tersakiti, maka cara ini bukanlah cara yang adil baik dimata manusia
apalagi di mata Allah.
Allah
menghendaki kita agar menjadi rahmatan lil ‘alamin dan bukan rahmat bagi diri
sendiri namun azab bagi orang lain. Berlakulah yang adil dan jangan sampai
kebencian kita akan setan membuat kita tidak berlaku adil. Sebab itu sama
dengan membuat kita berlaku zholim.
Terlalu
banyaknya tanda tanya yang tak terjawab dapat membuat orang menjadi berburuk
sangka. Bukankah buruk sangka itu bagian dari perlakuan setan? Sehingga niat
baik kita malah mengarahkan orang lain untuk mendekati setan…. Jika demikian,
betapa zholimnya kita terhadap orang lain.
Tiada
yang lebih kejam dan zholim dibandingkan dengan membuat orang menjadi dekat
kepada setan atas segala tindakan kita.
Barangkali
orang akan menerima dan diam atas apapun yang kita lakukan terhadap mereka karena
beberapa hal:
Pertama bisa jadi karena
ketidakberdayaannya, maka takutlah kita pada orang-orang yang seperti ini sebab
bisa jadi mereka menyerahkan ini semua kepada Allah penyelesaiannya. Tiada yang
sempurna suatu penyelesaian selain penyelesaian dari Allah.
Kedua, boleh jadi karena
orang-orang tersebut menghormati dan memuliakan kita, maka kurangilah
menjadikan diri kita ini sebagai cobaan yang menguji keimanannya. Sebab bisa
jadi dia bakal lulus dengan cobaan dari kita tersebut, namun yang kita
khawatirkan adalah dia tidak lulus. Dia menjadi berburuk sangka, dan mulai
membenci kita. Takutlah kita kepada orang-orang yang muncul kebencian di hati
karena tindakan kita.
Ketiga, boleh jadi
orang-orang tersebut menganggap semua ini sebagai ujian baginya guna
mendekatkan diri kepada Allah. Ujian baginya untuk menjadi baik. Ujian baginya
untuk mendapatkan ridho-Nya. Kalau ini kenyataannya, maka sungguh orang-orang
tersebut adalah orang yang paling mulia di sisi Allah, sebab dia selalu
berserah diri pada-Nya. Dia selalu menganggap apapun yang kita lakukan sebagai
ujian dari-Nya. Dia menganggap bahwa Allah menyayanginya melalui tindakan kita
yang pahit baginya namun manis pada akhirnya. Manis sebab Allah sayang padanya.
Maka, merugilah kita karena melepaskan orang-orang yang seperti ini.
Kesempurnaan
itu terkadang muncul dari hal-hal yang kecil bagi manusia namun bernilai besar
di mata Allah. Kita selama ini selalu berpikir makro dengan menerapkan standar
yang kita mau atas orang lain, kita mau memilih karena agamanya, karena
keshalehannya, karena kebaikannya, karena kepribadiannya dan karena hal-hal
yang baik menurut kaca mata kita. Namun kita lupa, bahwa standar tersebut
terwujud dari hal-hal yang paling kecil dan sederhana.
Kita
sering lupa satu hal bahwa standar kita itu adalah standar antara, standar
proses, dan setiap proses pasti ada akhirnya, pasti ada ujungnya, dan sayangnya
kita belum tahu bagaimana akhir kita hingga kita dipanggil-Nya.
Siapa
sih manusia di dunia ini yang tidak ingin memiliki yang terbaik? Tentu tidak
ada. Semua pasti menginginkannya. Sayangnya yang terbaik menurut kita belum
tentu terbaik menurut Allah. Dan yang terbaik menurut Allah sudah pasti terbaik
untuk kita. Namun sayangnya seringkali kita dalam menentukan bahwa ini adalah
yang terbaik, yang itu adalah baik, dan yang di sana adalah buruk; semua
berdasarkan pada cerita orang, berdasarkan pada pandangan mata, dan berdasarkan
pada penggunaan indera kita. Padahal orang dan indera kita seringkali menipu
kita, sering kali membuat kita tersesat. Sungguh kasihannya diri ini yang telah
menghakimi sesuatu berdasarkan indera kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar