Minggu, 03 Juni 2012

CINTA YANG MENGUAP



Bismillahirrahmanirrahiim

Belakangan ini, aku sering menertawai diri ini, yang menggantungkan kebahagiaan pada orang lain. Aku menggantungkan keadaan hati/perasaan pada sesorang (kekasih) yang jelas memiliki hati dan perasaannya sendiri. Bahkan jelas dia juga masih bingung untuk memilihku atau dia. Dialah kekasih yang bisa merubah perasaan hatinya kapanpun dia mau. Ia yang awalnya berkata sangat cinta, sangat kasih dan sangat sayang, mendadak berubah pada setengah perjalanan. Pelan-pelan kata “sangat cinta”, “sangat kasih” dan “sangat sayang” berubah menjadi “cinta”, “kasih” dan “sayang” saja (tanpa “sangat”). Dan akhirnya? Menguap!
Aku yang sudah terlatih tersenyum, lantas berpikir. Mengapa aku menjadi dipermainkan oleh kata cinta, kasih dan sayang.

Padahal, dicintai, dikasihi dan disayangi memang membahagiakan, namun yang perlu dikendalikan adalah keinginan untuk menggantungkan kebahagiaan kita kepada cinta, kasih dan sayang orang lain. Bukan cinta, kasih dan sayang orang lain yang membuat diri kita bahagia, melainkan cinta, kasih dan sayang kita sendiri, yang ada di diri kita sendiri.

Aku yakin bisa sembuh karena aku bersedia menyembuhkan. Aku bisa mendapatkan kelimpahan cinta, kasih dan sayang karena, itu bisa aku gali dari diriku sendiri. Aku berupaya mencintai, mengasihi dan menyayangi diriku. Seberapapun orang menghiburku dengan kata-kata, jika aku tak bersedia sembuh dari ketidakbahagiaan, maka akupun tak kan pernah sembuh dari “kesakitan”

Bahagia/tidak bahagia diciptakan oleh diri sendiri, bukan orang lain. Jika aku pernah terluka lalu merasa termenderita, nestapa dan tidak bahagia, tak lain karena aku bersedia untuk itu. Karena aku bersedia untuk “tidak bahagia”

Namun walaupun begitu, kuakui di lubuk hatiku yang terdalam aku tetap merindukanmu dan juga tetap mencintaimu dengan ikhlas sembari berusaha menyembuhkan luka karena ketidakpastian dan perubahan ini

Tidak ada komentar: