Bismillahirrahmanirrahiim
Ada
ungkapan “Berkatalah jujur walau jujur itu terkadang menyakitkan”. Yang jadi
masalah berikutnya adalah, menyakitkan itu untuk siapa? Kemungkinan pertama,
berkatalah jujur walau terkadang jujur itu menyakitkan bagi yang mendengar,
atau kemungkinan kedua, berkatalah jujur walau terkadang jujur itu menyakitkan
dirimu yang berkata jujur.
Kalimat
pertama, kita dianjurkan jujur tapi menyakiti orang lain. Ini jelas
bertentangan dengan moral dan akhlak dalam masyarakat, bukankah kita harus
menjaga perasaan orang lain, jangan sampai kita menyakiti perasaannya. Jujur
memang perlu, tapi tidak boleh menyakiti orang lain.
Lawan
jujur adalah dusta, jelas kita tidak boleh berdusta. Tapi ternyata ada tiga
dusta yang diperbolehkan, salah satunya adalah dusta untuk menyenangkan hati
suami atau istri. Misal, ketika anda pulang kerja dan lelah mendera, kemudian
sang istri mengajak anda makan dan ternyata masakannya tidak enak sama sekali,
mungkin karena tidak terbiasa memasak. Pada kondisi ini anda dianjurkan
berbohong, “Sayang, masakan kamu sore ini enak sekali” atau “mama pinter deh masaknya,
papa suka masakan mama” dan anda meneruskan memakan makanan yang tak enak itu,
yakin deh pasangan anda bakal klepek-klepek.
Coba
bayangkan apa yang terjadi jika anda waktu itu menerapkan berkatalah jujur
walau terkadang jujur itu menyakitkan bagi orang yang mendengarnya. Mungkin
anda akan berujar, “Masakan apa ini? Tidak ada enaknya sama sekali!” sambil
meludah-ludah, mengeluarkan semua makanan yang sudah terlanjur masuk ke dalam
mulut, atau “Mama gak bisa masak ya? ini gak enak sama sekali” atau bahkan yang
lembut sekalipun “Sayang masakannya kok gak enak ya? Papa gak jadi makan deh
ya. Nanti kita beli makanan di luar aja”. Saya yakin, pasangan anda seketika
itu juga akan sangat kecewa. Apalagi jika hal seperti ini, jujur tapi
menyakiti, tidak hanya terjadi sekali dalam rumah tangga anda, saya khawatir
keluarga menjadi tak harmonis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar